Dibalik Hedonisme Modern: Sejarah Masyarakat Konsumen

Masyarakat Konsumeris: Ketika Tren Mengalahkan Kebutuhan
Pernah nggak sih kamu merasa hidup kita sekarang tuh kayak nggak bisa lepas dari belanja? Mulai dari beli barang di toko online sampai jajan bubble tea tiap minggu. Nah, ini bukan cuma kebiasaan baru, loh! Fenomena ini ternyata ada sejarah panjangnya. Di buku Sapiens: A Brief History of Humankind, Yuval Noah Harari menjelaskan gimana kita bisa jadi masyarakat yang konsumen banget alias consumer society. Perubahan ini nggak datang tiba-tiba, tapi hasil dari kombinasi dua hal besar: revolusi industri dan perkembangan ilmu pengetahuan. Revolusi industri bikin barang-barang jadi lebih murah dan mudah diakses, sementara ilmu pengetahuan ngasih kita cara-cara baru buat menikmati hidup, kayak teknologi terbaru atau tren kesehatan.

Tapi tunggu dulu, jadi masyarakat konsumen tuh nggak melulu soal hal seru kayak belanja dan hedon. Ada sisi gelapnya juga. Kita jadi lebih gampang tergoda buat beli barang-barang yang sebenarnya nggak butuh, cuma karena "diskon besar" atau "biar nggak ketinggalan tren." Selain itu, kebiasaan ini juga bikin masalah lingkungan, karena produksi barang massal sering nggak ramah lingkungan. Di sisi lain, Harari juga bahas gimana kebiasaan konsumsi ini bikin roda ekonomi terus muter. Semakin banyak yang belanja, semakin banyak lapangan kerja, dan ekonomi terus tumbuh.

Kita juga mulai ngelihat gimana iklan, media sosial, dan influencer punya peran besar dalam membentuk pola konsumsi kita. Semua ini saling terkait, bikin kita lebih sadar (atau malah nggak sadar) kalau konsumsi jadi bagian penting dari hidup kita. Kalau kamu pengen tahu lebih banyak tentang asal-usul kebiasaan konsumsi modern ini, yuk simak rangkumannya di bawah!

Rangkuman Detail Bab 18: The Consumer Society

Di bab ini, Yuval Noah Harari menjelaskan bagaimana masyarakat konsumen terbentuk dan apa dampaknya bagi dunia modern. Kemunculan masyarakat konsumen dipengaruhi oleh dua revolusi besar: Revolusi Industri dan Revolusi Ilmiah.

  1. Revolusi Industri: Barang Murah dan Massal
    Revolusi industri mengubah cara manusia memproduksi barang. Sebelumnya, hampir semua barang dibuat dengan tangan, sehingga mahal dan hanya bisa diakses oleh segelintir orang kaya. Tapi setelah mesin-mesin modern ditemukan, barang bisa diproduksi secara massal dan murah. Hasilnya? Lebih banyak orang bisa membeli barang yang dulunya dianggap mewah, seperti pakaian, sepatu, bahkan perhiasan. Produksi massal ini juga memunculkan berbagai merek yang bersaing untuk mendapatkan perhatian konsumen.

  2. Revolusi Ilmiah: Teknologi dan Tren Baru
    Sementara itu, revolusi ilmiah memberikan penemuan baru yang bikin hidup manusia jadi lebih "berwarna." Misalnya, penemuan listrik bikin orang bisa menikmati hiburan seperti radio dan televisi. Teknologi transportasi seperti mobil dan kereta api bikin perjalanan jadi lebih gampang, membuka peluang buat bisnis pariwisata. Semua penemuan ini bikin orang lebih banyak menghabiskan uang untuk "gaya hidup" daripada hanya memenuhi kebutuhan dasar.

  3. Iklan dan Penciptaan Keinginan
    Harari menyoroti peran besar iklan dalam membentuk kebiasaan konsumsi kita. Kalau sebelumnya orang cuma beli barang karena kebutuhan, sekarang iklan menciptakan "keinginan" baru. Misalnya, kamu nggak cuma beli sepatu buat jalan, tapi karena pengen punya sepatu yang lagi tren atau yang dipakai selebriti favoritmu. Perusahaan-perusahaan juga pintar menggunakan psikologi untuk membuat iklan yang bikin kamu merasa "kurang lengkap" kalau nggak punya produk mereka.

  4. Konsumerisme dan Ekonomi Modern
    Harari menjelaskan bahwa konsumerisme bukan cuma budaya, tapi juga fondasi ekonomi modern. Ketika orang terus membeli barang, roda ekonomi terus berputar. Produksi meningkat, perusahaan berkembang, dan lebih banyak orang mendapat pekerjaan. Tapi ada dilema besar: ekonomi hanya bisa tumbuh kalau orang terus belanja, sementara belanja berlebihan sering bikin krisis lingkungan.

  5. Dampak Sosial dan Psikologis
    Gaya hidup konsumeris juga punya dampak sosial. Orang mulai mengukur kebahagiaan dan status sosial dari barang yang mereka miliki. Misalnya, siapa yang punya gadget terbaru atau tas branded sering dianggap lebih "sukses." Tapi di sisi lain, kebiasaan ini juga bikin banyak orang terjebak dalam utang atau merasa nggak cukup baik karena nggak bisa mengikuti standar konsumsi yang tinggi.

  6. Krisis Lingkungan
    Harari menekankan bahwa masyarakat konsumen juga membawa dampak buruk bagi lingkungan. Produksi massal membutuhkan sumber daya yang besar, seperti air, energi, dan bahan mentah, yang akhirnya merusak ekosistem. Sampah dari barang-barang yang dibuang juga jadi masalah besar, terutama karena banyak produk modern yang nggak mudah terurai.

Harari menutup bab ini dengan pertanyaan penting: apakah masyarakat konsumen seperti ini bisa terus berlanjut? Di satu sisi, konsumerisme bikin ekonomi tumbuh dan hidup kita jadi lebih nyaman. Tapi di sisi lain, kebiasaan ini nggak ramah lingkungan dan bisa bikin manusia kehilangan esensi hidup yang lebih sederhana. Buku ini mengajak kita untuk berpikir kritis tentang kebiasaan konsumsi kita, apakah benar-benar membawa manfaat atau justru lebih banyak mudaratnya.

#Konsumerisme #Sejarah #Ekonomi #Industri #IlmuPengetahuan #GayaHidup #Revolusi #Lingkungan #Iklan #Modernisasi

Belum ada Komentar untuk "Dibalik Hedonisme Modern: Sejarah Masyarakat Konsumen"

Posting Komentar